.

Senin, 20 Juni 2016

TERPURUKNYA PEREKONOMIAN INDONESIA DAN PEMECAHANNYA



Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang luas seharusnya menghasilkan pendapatan yang mampu membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam negeri (negara dan rakyat). Naamun pada kenyataannya, perekonomian Indonesia beraada dalam tingkat yang rendah. Hal ini tidak sesuai dengan bunyi sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3).
Dalam Tata Ekonomi Indonesia terdapat rencana pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila , dengan cara meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan lain sebagainya.
Adil berarti memperoleh sesuatu sesuai dengan hak daan kewajibannya, mengatur pembagian hasil produksi dan kesempatan masyarakat. Sedangkan makmur berarti terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat
Apa yang terjadi terhadap rakyat Indonesia ?
Masyarakat menanggung akibat dari diberlakukannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada awal mulanya ditujukan untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi paada kenyataannya hal ini justru mengakibatkan rakyat terkurung dalam kemiskinan.
Kebijakan-kebijakan yang menjadi pemicu utama terpuruknya perekonomian Indonesia antara lain : privatisasi perusahaan-perusahaan pemerintah, bantuan luar negeri ( IMF ), penghapusan subsidi BBM, listrik, PAM, dan lain sebagainya.

A.     Privatisasi Perusahaan-perusahaan Milik Negara

Privatisasi ialah pengubahan status kepemilikan pabrik-pabrik, badan-badan usaha, dan perusahaan-perusahaan dari kepemilikan negara atau kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi. Privatisasi ini pada awal mulanya merupakan ide yang dikembangkan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa saja. Pada akhirnya ide ini mulai dipaksakan untuk diterapkan di negara-negara Dunia Ketiga ( termasuk Indonesia ).
Meskipun menghasilkan uang triliunan rupiah, namun hal ini bisa menimbulkan bahaya, antara lain :
  1. Tersentralisasinya aset pada segelintir individu atau perusahaan besar.
  2. Menjerumuskan negara-negara Dunia Ketiga ke cengkeraman imperialisme gaya baru barat.
  3. Menambah pengangguran dan kemiskinan.
  4. Negara kehilangan sumber-sumber pendapatannya.
  5. Menghambur-hamburkan kekayaan negara pada sektor non-produksi.
  6. Membebani konsumen dengan harga-harga yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan yang terprivatisasi.
  7. Menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum.
B. Bantuan Luar Negeri ( IMF )
Pemerintah terus mengharapkan bantuan luar negeri (IMF) untuk mendanai perekonomian Indonesia. Utang dalam negeri lebih besar daripada utang luar negeri. Kondisi ini ditempuh dalam waktu yang sangat singkat. Yakni empat tahun terakhir. Dan setiap tahun utang luar negeri kita bertambah banyak.
Jika dilihat lebih jauh, maka pada dasarnya IMF memiliki misi khusus, yaitumenjadikan utang pemerintah untuk :
  1. Membentuk modus penjajahan baru.
  2. Mengetahui rahasia potensi kekayaan alam negeri ini ketika pemerintah baru mengajukan proposal dan siap diteliti potensi kelayakannya.
  3. Memaksakan kebijakan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
  4. Mengguncang perekonomian negara pengutang.
C. Penghapusan  Subsidi BBM, Listrik, Telepon, dan PAM
IMF terus-menerus memaksa pemerintah untuk mencabut subsidinya atas BBM, listrik, telepon dan PAM. Dengan dicabutnya subsidi-subsidi tersebut, yang terkena dampak langsung ialah rakyat. Setelah rakyat diguncang oleh naiknya harga-harga barang akibat krisis moneter, rakyat semakin tertekan dengan dicabutnya subsidi-subsidi tersebut. Maka rakyat yang sudah miskin menjadi semakin miskin.
Masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan kemerosotan perekonomian Indonesia yang apabila dicermati merupakan produk dari sistem kapitalis. Yaitu suatu sistem yang hanya menerapkan asas nmanfaat bagi golongan tertentu tanpa memperhatikan kepentingan umat.
Apa Yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah ?
Pemerintah harus mau bersikap tegas dalam menghadapi pengaruh-pengaruh barat. Dalam hal privatisasi, pemerintah harus mau menolak rayuan pihak asing yang ingin menguasai fasilitas atau perusahaan-peruasaahaan umum. Pemerintah harus membatalkan kembali segala bentuk penjualan aset BUMN dan mengembalikan seluruh aset BUMN kepada negara. Pemerintah harus mau melepaskan diri dari jeratan IMF, dalam hal ini utang.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah ialah :
  1. Pemerintah baru harus bertindak tegas untuk menyita seluruh kekayaan pemerintah terdahulu.
  2. Pemerintah harus memberikan penegasan kepada para pemerintah pemberi utang bahwa utang yang bisa dibayar hanya utang pokok. Sedangkan bunga dianggap nol, karena bunga termasuk riba.
  3. Pemerintah harus melakukan negosiasi dengan negara pemberi utang luar negeri yang telah menikmati kekayaan negeri ini melalui jalan KKN, seperti Freeport dan PLN, dengan cara menghitung kerugian negara dan dikonversikan dengan jumlah utang luar negeri.
  4. Pemerintah harus bernegosiasi untuk melaksanakan pemutihan utang (cut off ) bagi utang luar negeri.
  5. Utang swasta harus dibayar sendiri oleh swasta.

https://abigdream.wordpress.com/2010/04/10/terpuruknya-perekonomian-indonesia-dan-pemecahannya/
Penyebab Terpuruknya Ekonomi Indonesia 2015

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Penyebab Terpuruknya Ekonomi Indonesia 2015 26 September 2015 23:31:43 Diperbarui: 27 September 2015 02:21:27 Dibaca : 1,440 Komentar : 4 Nilai : 2 Indikasi-I : Pengungkapan kasus-kasus korupsi pejabat instansi maupun institusi pemerintah baik di pusat maupun daerah yang marak terjadi belakangan ini, sehingga mereka tidak mau menjalankan proyek atau anggaran belanja pembangunan karena takut dikriminalisasi, alhasil proyek dan anggaran belanja atas pembangunan tidak dapat di realisasi, hal ini menyebabkan banyak pekerja, kontraktor dan pengusaha terkait tidak memperoleh penghasilan, yang berujung pada menurunnya daya beli masyarakat dan memacetkan roda ekonomi makro. Kontra Indikasi-I : Rakyat suka atas kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi, tetapi KPK terlalu over dalam melaksanakan pemberantasan korupsi yang sudah terlalu mengakar dalam masyarakat Indonesia, dan KPK terlalu fokus untuk menjerat pejabat instansi maupun institusi pemerintah. Lupa bahwa penyebab utama mengakarnya perilaku korupsi masyarakat adalah sistem hukum Indonesia yang bobrok. Seharusnya fokus pertama dan utama KPK adalah pembenahan sistem hukum Indonesia terlebih dahulu, yaitu dengan mengawasi dengan ketat proses penegakan hukum mulai dari tingkat penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat lebih adil, tepat dan efektif, alhasil pelanggaran hukum akan berkurang dengan signifikan, sebab kita semua tahu bahwa penegakan hukum di Indonesia dapat dibeli oleh pemilik uang, menyebabkan setiap orang berpacu untuk korupsi agar dapat menghasilkan uang banyak dan menyisihkan sebagian uang hasil korupsi tersebut untuk membeli kemenangan hukum. Di samping itu penegakan hukum yang adil, tepat serta efektif, secara otomatis akan memberi ruang dan batasan bagi para pejabat instansi maupun institusi pemerintah tanpa harus di teropong terus menerus oleh KPK, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk dikriminalisasi. Perihal mereka akan mencari celah untuk mengakali sistem hukum, kita yakin sepanjang penegakan hukum berjalan dengan adil, tepat dan efektif, maka sepandai-pandainya tupai meloncat akan jatuh juga. Indikasi-II : Penerapan kredit point dalam pencapaian target setoran pajak Dirjen Pajak yang tinggi, memacu para pejabat dan petugas/pegawai kantor pajak dari tingkat pusat hingga tingkat ranting di daerah bersaing menggali sumber-sumber perolehan pajak, hal ini dibarengi sangsi denda dan hukum badan yang tinggi kepada wajib pajak yang “di-sinyalir” melanggar ketentuan pajak yang berlaku, yang menyebabkan para wajib pajak ketakutan dan banyak yang terpaksa memilih untuk menghentikan kegiatan usahanya daripada dikriminalisasi oleh petugas pajak. Selain itu banyak pengusaha kelas menengah ke atas, lebih memilih untuk menghentikan kegiatan usahanya, berupaya mencairkan asetnya dan mengalihkan dana pencairan aset tersebut berikut dana simpanannya ke rekening luar negeri dalam bentuk dolar maupun mata uang lain. Tentu saja Dirjen Pajak beserta otoritas keuangan pemerintah yang berwenang memiliki perangkat penelusuran atas aset dan dana yang lari ke luar negeri , akan tetapi seperti kita ketahui bersama akan memakan waktu yang cukup lama dalam melaksanakan penelusurannya, dan memakan waktu yang lebih lama lagi dalam melakukan pengurusan pengembaliannya. Dimana upaya tersebut tidak secepat melambatnya ekonomi Indonesia yang dipicu oleh hilangnya sumber perolehan pajak, hilangnya nafkah buruh, menurunnya daya beli masyarakat akibat terhentinya kegiatan usaha, serta menurunnya nilai tukar rupiah akibat larinya dana ke luar negeri. Kontra Indikasi-II : Wajib pajak adalah sumber utama pendapatan negara, yang sedikitnya harus memperoleh perlakuan yang adil dan manusiawi dari negara, bila negara tidak mampu melayaninya, melalui perlakuan hukum yang adil dan manusiawi, bukan malah jadi sumber kriminalisasi akibat ketidakmampuan negara dalam mengatur kebijakan dan ketentuan pajak yang berlaku. Dalam paragraf indikasi.II diatas, kata-kata “di-sinyalir” memang diberi tanda petik untuk menunjukkan ketidakpastian kebijakan maupun ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia, dikarenakan ketentuan-ketentuan pajak “sengaja” dibuat sangat banyak dan membingungkan sehingga memberi peluang oknum-oknum petugas pajak memainkan atau memanipulasi ketentuan pajak yang berlaku. Disamping itu kita semua tahu dan sadar bahwa ekonomi biaya tinggi disebabkan oleh banyaknya ketentuan pajak yang resmi maupun tidak resmi, mulai dari ketentuan resmi yang diterbitkan oleh pihak berwenang dari tingkat pusat hingga daerah terpencil berupa produk pajak Expor Impor, Barang Mewah, Barang Elektronik, PPh, PPN maupun Retribusi dsb, hingga produk ketentuan tidak resmi melalui retribusi liar, sumbangan, uang keamanan, uang preman dsb. Hal ini menyebabkan peningkatan harga suatu produk berlipat-lipat mulai dari lahan petani di desa hingga siap saji di kota, maupun mulai dari bahan baku impor hingga menjadi produk yang dibeli konsumen, dan tentu saja pemerintah tidak mau ketinggalan untuk turut memungut PPN atau PPh dalam setiap tingkatan proses. Melalui uraian ini seharusnya sumber pendapatan negara melalui pajak sudah sangat besar, sehingga menyisakan pertanyaan kemanakah semua hasil pungutan tersebut ? Dan apakah aksi kriminalisasi wajib pajak merupakan aksi pengalihan, atas ketidakmapuan pemerintah dalam mengelola pajak, atau lebih parahnya adalah upaya para petugas pajak mengalihkan dosanya dalam menelikung setoran para wajib pajak ? Untuk itu alangkah baiknya bila KPK juga berfokus pada sistem pengelolaan pajak dan ketentuan maupun kebijakan pajak serta tatacara penyetoran oleh wajib pajak. Daripada membiarkan para petugas pajak mengkriminalisasi para wajib pajak. Akhir kata melalui tulisan singkat ini kemungkinan tidak bisa menjelaskan secara detail kondisi yang terjadi di masyarakat, tetapi semoga dapat memberi sekelumit gambaran atasnya. Untuk itu kita berharap pemerintah dapat bertindak lebih bijaksana dengan tidak asal bertindak frontal kepada pelaku, melainkan “lebih baik” dengan memperbaiki sistem hukum dan penerapannya serta tatacara penyelenggaraannya terlebih dahulu melalui pengawasan secara ketat perangkat hukum yang terlibat mulai dari penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat berjalan dengan adil, tepat dan efektif. Begitu juga dalam penerbitan kebijakan dan ketentuan serta pengelolaan pajak, mohon pemerintah lebih bijaksana dalam mengayomi para wajib pajak yang merupakan sumber pendapatan negara terbesar, demi tetap berjalan dan meningkatnya kegiatan usaha yang dapat memperluas kesempatan kerja serta peningkatan nafkah dan daya beli masyarakat.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Penyebab Terpuruknya Ekonomi Indonesia 2015 26 September 2015 23:31:43 Diperbarui: 27 September 2015 02:21:27 Dibaca : 1,440 Komentar : 4 Nilai : 2 Indikasi-I : Pengungkapan kasus-kasus korupsi pejabat instansi maupun institusi pemerintah baik di pusat maupun daerah yang marak terjadi belakangan ini, sehingga mereka tidak mau menjalankan proyek atau anggaran belanja pembangunan karena takut dikriminalisasi, alhasil proyek dan anggaran belanja atas pembangunan tidak dapat di realisasi, hal ini menyebabkan banyak pekerja, kontraktor dan pengusaha terkait tidak memperoleh penghasilan, yang berujung pada menurunnya daya beli masyarakat dan memacetkan roda ekonomi makro. Kontra Indikasi-I : Rakyat suka atas kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi, tetapi KPK terlalu over dalam melaksanakan pemberantasan korupsi yang sudah terlalu mengakar dalam masyarakat Indonesia, dan KPK terlalu fokus untuk menjerat pejabat instansi maupun institusi pemerintah. Lupa bahwa penyebab utama mengakarnya perilaku korupsi masyarakat adalah sistem hukum Indonesia yang bobrok. Seharusnya fokus pertama dan utama KPK adalah pembenahan sistem hukum Indonesia terlebih dahulu, yaitu dengan mengawasi dengan ketat proses penegakan hukum mulai dari tingkat penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat lebih adil, tepat dan efektif, alhasil pelanggaran hukum akan berkurang dengan signifikan, sebab kita semua tahu bahwa penegakan hukum di Indonesia dapat dibeli oleh pemilik uang, menyebabkan setiap orang berpacu untuk korupsi agar dapat menghasilkan uang banyak dan menyisihkan sebagian uang hasil korupsi tersebut untuk membeli kemenangan hukum. Di samping itu penegakan hukum yang adil, tepat serta efektif, secara otomatis akan memberi ruang dan batasan bagi para pejabat instansi maupun institusi pemerintah tanpa harus di teropong terus menerus oleh KPK, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk dikriminalisasi. Perihal mereka akan mencari celah untuk mengakali sistem hukum, kita yakin sepanjang penegakan hukum berjalan dengan adil, tepat dan efektif, maka sepandai-pandainya tupai meloncat akan jatuh juga. Indikasi-II : Penerapan kredit point dalam pencapaian target setoran pajak Dirjen Pajak yang tinggi, memacu para pejabat dan petugas/pegawai kantor pajak dari tingkat pusat hingga tingkat ranting di daerah bersaing menggali sumber-sumber perolehan pajak, hal ini dibarengi sangsi denda dan hukum badan yang tinggi kepada wajib pajak yang “di-sinyalir” melanggar ketentuan pajak yang berlaku, yang menyebabkan para wajib pajak ketakutan dan banyak yang terpaksa memilih untuk menghentikan kegiatan usahanya daripada dikriminalisasi oleh petugas pajak. Selain itu banyak pengusaha kelas menengah ke atas, lebih memilih untuk menghentikan kegiatan usahanya, berupaya mencairkan asetnya dan mengalihkan dana pencairan aset tersebut berikut dana simpanannya ke rekening luar negeri dalam bentuk dolar maupun mata uang lain. Tentu saja Dirjen Pajak beserta otoritas keuangan pemerintah yang berwenang memiliki perangkat penelusuran atas aset dan dana yang lari ke luar negeri , akan tetapi seperti kita ketahui bersama akan memakan waktu yang cukup lama dalam melaksanakan penelusurannya, dan memakan waktu yang lebih lama lagi dalam melakukan pengurusan pengembaliannya. Dimana upaya tersebut tidak secepat melambatnya ekonomi Indonesia yang dipicu oleh hilangnya sumber perolehan pajak, hilangnya nafkah buruh, menurunnya daya beli masyarakat akibat terhentinya kegiatan usaha, serta menurunnya nilai tukar rupiah akibat larinya dana ke luar negeri. Kontra Indikasi-II : Wajib pajak adalah sumber utama pendapatan negara, yang sedikitnya harus memperoleh perlakuan yang adil dan manusiawi dari negara, bila negara tidak mampu melayaninya, melalui perlakuan hukum yang adil dan manusiawi, bukan malah jadi sumber kriminalisasi akibat ketidakmampuan negara dalam mengatur kebijakan dan ketentuan pajak yang berlaku. Dalam paragraf indikasi.II diatas, kata-kata “di-sinyalir” memang diberi tanda petik untuk menunjukkan ketidakpastian kebijakan maupun ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia, dikarenakan ketentuan-ketentuan pajak “sengaja” dibuat sangat banyak dan membingungkan sehingga memberi peluang oknum-oknum petugas pajak memainkan atau memanipulasi ketentuan pajak yang berlaku. Disamping itu kita semua tahu dan sadar bahwa ekonomi biaya tinggi disebabkan oleh banyaknya ketentuan pajak yang resmi maupun tidak resmi, mulai dari ketentuan resmi yang diterbitkan oleh pihak berwenang dari tingkat pusat hingga daerah terpencil berupa produk pajak Expor Impor, Barang Mewah, Barang Elektronik, PPh, PPN maupun Retribusi dsb, hingga produk ketentuan tidak resmi melalui retribusi liar, sumbangan, uang keamanan, uang preman dsb. Hal ini menyebabkan peningkatan harga suatu produk berlipat-lipat mulai dari lahan petani di desa hingga siap saji di kota, maupun mulai dari bahan baku impor hingga menjadi produk yang dibeli konsumen, dan tentu saja pemerintah tidak mau ketinggalan untuk turut memungut PPN atau PPh dalam setiap tingkatan proses. Melalui uraian ini seharusnya sumber pendapatan negara melalui pajak sudah sangat besar, sehingga menyisakan pertanyaan kemanakah semua hasil pungutan tersebut ? Dan apakah aksi kriminalisasi wajib pajak merupakan aksi pengalihan, atas ketidakmapuan pemerintah dalam mengelola pajak, atau lebih parahnya adalah upaya para petugas pajak mengalihkan dosanya dalam menelikung setoran para wajib pajak ? Untuk itu alangkah baiknya bila KPK juga berfokus pada sistem pengelolaan pajak dan ketentuan maupun kebijakan pajak serta tatacara penyetoran oleh wajib pajak. Daripada membiarkan para petugas pajak mengkriminalisasi para wajib pajak. Akhir kata melalui tulisan singkat ini kemungkinan tidak bisa menjelaskan secara detail kondisi yang terjadi di masyarakat, tetapi semoga dapat memberi sekelumit gambaran atasnya. Untuk itu kita berharap pemerintah dapat bertindak lebih bijaksana dengan tidak asal bertindak frontal kepada pelaku, melainkan “lebih baik” dengan memperbaiki sistem hukum dan penerapannya serta tatacara penyelenggaraannya terlebih dahulu melalui pengawasan secara ketat perangkat hukum yang terlibat mulai dari penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat berjalan dengan adil, tepat dan efektif. Begitu juga dalam penerbitan kebijakan dan ketentuan serta pengelolaan pajak, mohon pemerintah lebih bijaksana dalam mengayomi para wajib pajak yang merupakan sumber pendapatan negara terbesar, demi tetap berjalan dan meningkatnya kegiatan usaha yang dapat memperluas kesempatan kerja serta peningkatan nafkah dan daya beli masyarakat.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.